
Foto Dokumen Istimewa
Jakarta, 27 Januari 2025 – Klaim abrasi sebagai penyebab utama tenggelamnya Jakarta tengah dibantah oleh fakta ilmiah. Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 oleh Letkol Laut (P) Jaya Darmawan, kini Laksma TNI (Purn), bersama Pusat Pendidikan Hidro Oseanografi (Pusdikhidros), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan tim ahli dari Korea, mengungkapkan bahwa penurunan permukaan tanah (land subsidence) merupakan ancaman yang jauh lebih serius. Penelitian ini menggunakan teknologi LiDAR (Laser and Radar Integration System) untuk memetakan perubahan elevasi tanah dengan presisi tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan penurunan permukaan tanah di wilayah pesisir Jakarta, khususnya Ancol, Pluit, dan Muara Baru, mencapai 20 cm per tahun. Laksma Darmawan menjelaskan bahwa Laut Jawa, dengan kedalaman rata-rata hanya 100 meter, tidak memiliki energi gelombang yang cukup kuat untuk menyebabkan abrasi besar-besaran. Ia menegaskan bahwa land subsidence disebabkan oleh tiga faktor utama:
Eksploitasi Air Tanah Berlebihan: Penyedotan air tanah dalam jumlah besar menyebabkan tanah kehilangan daya dukung dan memadat, mengakibatkan penurunan permukaan tanah secara bertahap dan memperparah banjir rob.
Pemanasan Global: Kenaikan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub memperparah dampak penurunan tanah, meningkatkan kerentanan Jakarta terhadap banjir.
Beban Infrastruktur Berat: Pembangunan masif dan gedung-gedung pencakar langit di atas tanah aluvial dan rawa yang labil meningkatkan tekanan pada tanah, mempercepat proses penurunan permukaan tanah.
Laksma Darmawan juga mempertanyakan klaim abrasi sejak 1982 yang digunakan untuk membenarkan proyek reklamasi di PIK 2. Ia menyatakan bahwa data satelit justru menunjukkan sedimentasi di beberapa titik, bukan abrasi. PIK 2, menurutnya, bukanlah tanah alami yang hilang akibat abrasi, melainkan hasil reklamasi. Pembangunan di atas lahan yang secara geologi labil ini berpotensi memperburuk masalah lingkungan di masa depan.
Kesimpulannya, penelitian ini menyoroti pentingnya kebijakan yang berbasis data ilmiah untuk mengatasi ancaman tenggelamnya Jakarta. Narasi yang menyesatkan demi kepentingan bisnis harus dihindari. Solusi yang tepat harus berlandaskan sains dan teknologi untuk menghadapi penurunan tanah dan kenaikan permukaan air laut yang semakin cepat. Masyarakat didorong untuk lebih kritis terhadap informasi yang beredar dan menuntut kebijakan yang berpihak pada rakyat dan berlandaskan ilmu pengetahuan. (Jal)